Representasi Budaya Keraton Yogyakarta dalam Patung “Bedhaya Kinjeng Wesi " Karya Ichwan Noor
DOI:
https://doi.org/10.51804/ijsd.v6i02.16638Kata Kunci:
Representasi, Seni Patung, Budaya, Keraton, Ichwan NoorAbstrak
Artikel ini membahas representasi budaya Keraton Yogyakarta yang diwujudkan dalam patung “Bedhaya Kinjeng Wesi “ oleh seniman Ichwan noor. Karya ini mengeksplorasi tarian Bedhaya Semang Yogyakarta sebagai sumber ide penciptaan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, dengan pendekatan analisis bersifat induktif. patung “Bedhaya Kinjeng Wesi “ oleh seniman Ichwan Noor. Karya ini mengeksplorasi tarian Bedhaya Semang Yogyakarta sebagai sumber ide penciptaan. Karya patung Bedhaya Kinjeng Wesi memberikan unsur sentuhan budaya Keraton Yogyakarta dan mengaplikasikan unsur estetika dengan memenuhi tiga aspek mendasar dalam karya seni, yakni: Wujud (rupa), Bobot (isi), dan Penampilan (penyajian). Selain itu juga menerapkan prinsip-prinsip seni rupa yakni penggunaan garis, bidang, warna, bentuk dan lainnya yang dikomposisikan dengan baik.Karya patung Bedhaya Kinjeng Wesi dimaknai sebagai bidadari yang turun ke bumi simbolisasi gerakan pesawat terbang. Visualisasi gerakan tari Bedhaya Kinjeng Wesi memperlihatkan puluhan bidadari atau penari berwarna perak luwes menari sebagai wujud sambutan hangat dari Yogyakarta.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Karya patung Bedhaya Kinjeng Wesi menyajikan bentuk penari dengan bagian tubuh yang berbeda-beda sebagai bentuk futurisme untuk menunjukkan gerak simultan di dalam karya. Selain itu, sayap-sayap pada penari mempresentasikan bentuk capung atau kinjeng sekedar aksentuasi dari kinjeng wesi yang diartikan serangga yang bisa terbang. Karya menunjukkan bagaimana pesawat udara menjadi bagian dari konsep karya seolah-olah pesawat itu adalah capung yang terbuat dari logam yang bisa melayang atau terbang sehingga ditambahkan objek sayap sebagai simbol dari kinjeng.
Unduhan
Referensi
Astuti, W. Y., di Perkotaan, P. T., Bachrawi, S., Cipta, P. E. P. R., Basuki, A. T., Teori, E., Gilarso, T., Gujarati, D., Terjemahan, E. D., & Gujarati, D. N. (2015). Arikunto. In Journal of Social Science Studies (Vol. 3, Issue 6).
Bastomi, S. (1982). Landasan Berapresiasi Seni Rupa. Semarang: IKIP Semarang.
Damarsasi, B. (1998). Teknik Memahat Dalam Pembelajaran Seni Patung. Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yogyakarta.
Djelantik, A. A. M. (1999). Aesthetics An Introduction. Bandung: Art Society. Show.
Feldman, E. B. (1971). Varieties of Visual Experience; Art as Image and Idea.
Hall, S. (1997). Representation: Cultural Representations dan Signifying Practices. In Representation: Cultural representations and signifying practices. Sage.
Karthadinata, D. M. (2009). Seni Patung Sebagai Elemen Tata Kota. IKIP Semarang Press.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kombinasi. In Jurnal JPM IAIN Antasari Vol (Issue 2). Alfabeta.
Moleong, L. J. (2007). Metodologi penelitian kualitatif edisi revisi.
Muhadjir, N. (1996). Metodologi penelitian kualitatif.
Sugiyanto. (2004). Teori-Teori Hukum Tata Ruang. Rajawali Press. .
Suharti, T. (2015). Bedhaya Semang Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat Reaktualisasi Sebuah Pusaka. Kanisius.
Sunaryadi, S. (2013). Aksiologi Tari Bedhaya Kraton Yogyakarta. Jurnal Kawistara, 3(3).
Sumaryono. (2003). Restorasi Seni Tari dan Transformasi Budaya. ELKAPHI.
Widjanarko, B. (1983). Teknik Reproduksi Patung Logam . ASRI Yogyakarta.
Unduhan
Diterbitkan
Terbitan
Bagian
Lisensi
Hak Cipta (c) 2024 Jessica Permata Sari, Itsnaini Rahmadilla, Muh. Rain Rosidi
Artikel ini berlisensi Creative Commons Attribution 4.0 International License.