QILIN: TOLERANSI KEBERAGAMAN SEBAGAI IDE PENCIPTAAN KARYA KERAMIK SENI

Authors

  • Abibawa Wicaksana Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.51804/deskovi.v3i2.809

Keywords:

penciptaan seni, keramik, qilin, toleransi

Abstract

Indonesia merupakan negara dengan masyarakat yang majemuk yang memiliki berbagai ras, agama, suku, kebudayaan, dan lain sebagainya. Meskipun demikian, hingga hari ini kabar mengenai perilaku intoleran masih sering ditemui. Kejadian-kejadian intoleran tersebut pada umumnya dialami oleh mereka yang memiliki ras, suku, keyakinan, kebudayaan, pola berpikir, pilihan politik, ataupun kondisi fisik yang berbeda. Sebagai respons terhadap permasalahan tersebut, muncul keinginan untuk menciptakan karya yang berkaitan dengan Bapak Pluralisme Indonesia atau Gus Dur. Dikarenakan salah satu hasil perjuangannya melawan intoleransi adalah pengembalian hak etnis Tionghoa, maka karya yang kemudian tercipta adalah karya-karya dengan objek yang berasal dari kebudayaan Tionghoa. Sebagai hasil, tercipta dua karya keramik terakota dengan qilin sebagai objeknya. Pemilihan qilin tersebut tidak hanya dikarenakan ia merupakan makhluk mitologi dari kebudayaan Tionghoa, tetapi juga dikarenakan kaitannya dengan kisah kelahiran Konfusius, nabi agama Konghucu. Supaya konsep toleransi dengan mengangkat penghapusan intoleransi yang dialami etnis Tionghoa di Indonesia tidak hilang, qilin pada karya ini juga dibuat dalam kondisi tidur. Kondisi tersebut dibuat sebagai tanda bahwa si hewan mitologi ini sedang tenang, terbebas dari ancaman larangan yang pernah dialami oleh etnis Tionghoa di Indonesia dari tahun 1967 hingga tahun 2000.

Indonesia is a country that has a large variety of races, religions, ethnicities, cultures, etc., within its people. Even though it is a pluralistic country, having something like a different race, ethnicity, belief, culture, mindset, political choice, or even physical conditions can still be an issue. As a response to this problem, I then created two artworks as a reminder about the legacy of Indonesia’s third president who is known for his fight against discrimination, Abdurrahman Wahid. Since one of his most known legacies is the removal of the Chinese ban in Indonesia at year 2000, the model used in the creation of the artworks is from a myth in Chinese traditions. As a result, two qilin terracotta ceramic artworks were created. The qilin was used not only because it’s a Chinese mythological creature, but also because of its relation to the legend of the birth of the Chinese philosopher who’s also known as the prophet of the Confucianism, Confucius. To express the freedom due to the ban removal, the qilins in these artworks were then made sleeping. This position was used to make these mythological creatures look relaxed, or in other words, look like it’s free from the predator that preys on it from year 1967 to year 2000.

Downloads

Download data is not yet available.

References

Coleman, J.A..(2007), The Dictionary of Mythology, an A-Z of Themes, Legends, and Heroes, Arcturus, London.

Eriyanti, Fitri. (2006) “Dinamika Posisi Identitas Etnis Tionghoa dalam Tinjauan Teori Identitas Sosial” dalam Jurnal Demokrasi, Vol V No 1, Universitas Negeri Padang.

Fittrya, Laylatul. (Mei 2013), “Tionghoa dalam Diskriminasi Orde Baru Tahun 1967-2000” dalam Avatara, e-Journal Pendidikan Sejarah, Vol.1 No 2, Universitas Negeri Surabaya.

Gustami, SP..(Desember 2006), “’Trilogi Keseimbangan Ide’ Dasar Penciptaan Seni Kriya: Untaian Metodologis” dalam Dewa Ruci, Jurnal Pengkajian & Penciptaan Seni, BP ISI Surakarta, Surakarta.

Setiawan, Eko. (Juli 2017), “Konsep Teologi Pluralisme Gus Dur dalam Meretas Keberagaman di Indonesia” dalam Asketik, Vol. 1 no. 1, IAIN Kediri.

Huda, Samsul. (2010), “Ulasan Buku: Orang Indonesia Tionghoa dan Persoalan Identitas” dalam Kontekstualita: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 25 No. 1, UIN Jambi.

Kusuma, Rafles Abdi. (Desember 2019), “Dampak Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi terhadap Perilaku Intleransi dan Antisosial di Indonesia” dalam Mawa’izh: Jurnal Dakwah dan

Pengembangan Sosial Kemanusiaan, Vol 10 no. 2, IAIN Bangka Belitung.

CNN Indonesia. (5 Agustus 2019), Sempat Batal karena Difabel, Dokter Gigi Romi Jadi CPNS

Pertana, Pradito Rida. (2 April 2019), PerbedaanAgama Membuat Slamet Ditolak Tinggal diDusun Karet Bantul,

Purbasari, Verbena Ayuningsih & Suharno. (Juni 2019), “Interaksi Sosial Etnis Cina-Jawa Kota Surakarta” dalam Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya, Vol. 20 No. 1, Universitas Andalas, Sumatra Barat

Sari, Elia Nurindah & Samsuri. (Juni 2020), “Etnosentrisme dan Sikap Intoleran Pendatang terhadap Orang Papua” dalam dalam Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya, Vol. 22 No. 1 Universitas Andalas, Sumatra Barat

Wicaksono, Indra. (November 2018) “Membumikan Pancasila Arti Penting Menegakkan HAM sebagai Tameng Toleransi Keberagaman” dalam Lex Sientia Law Review, Vol. 2 No. 2, Universitas Negeri Semarang, Semarang

Hutcheon, Linda. (2006), A Theory of Adaptation, Routledge, New York. Kardong, Kenneth. (2012), Vertebrates: Comparative Anatomy, Function, Evolution, Sixth Edition, Mc-Graw Hill, New York.

Ponimin. (2010), Desain dan Teknik Berkarya Kriya Keramik, Lubuk Agung, Bandung.

Sari, Intan Permata. (Desember 2017), “Harmoni dalam Kebhinekaan (Kearifan Lokal Masyarakat Pulau Enggano Provinsi

Bengkulu dalam Mengatasi Konflik)” dalam Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya, Vol. 19 No. 2, Universitas Andalas, Sumatra Barat

Downloads

Published

2020-12-03

How to Cite

Wicaksana, A. (2020). QILIN: TOLERANSI KEBERAGAMAN SEBAGAI IDE PENCIPTAAN KARYA KERAMIK SENI. DESKOVI : Art and Design Journal, 3(2), 134–140. https://doi.org/10.51804/deskovi.v3i2.809