SAPUH LEGER SIFAT KELAHITAN PADA WUKU WAYANG

Authors

  • Ketut Sri Gangga Dewi Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta

DOI:

https://doi.org/10.51804/deskovi.v3i2.806

Keywords:

bayuh oton, apuh leger, wuku wayang

Abstract

Penciptaan karya tari Sapuh Leger merupakan pencapaian ide serta kreativitas yang di latar belakangi oleh kelahiran seseorang. Menurut masyarakat Hindu sifat baik buruknya seseorang sangat dipengaruhi oleh hari kelahiran. Kelahiran seseorang pada Wuku Wayang merupakan kelahiran yang dianggap tidak tepat, karena dapat mempengaruhi sifat dan tingkah lakunya sehingga terlihat berbeda ketika seseroang yang lahir dihari biasa. Masyarakat Hindu Bali sangat meyakini adanya mitologi kelahiran Wuku Wayang yang berhubungan dengan kelahiran Bhatara Kala. Konon katanya Bhatara Kala memiliki sifat dan watak yang tidak baik, untuk itu setiap kelahiran pada Wuku Wayang wajib diupacarai yang disebut dengan upacara Bayuh Oton Sapuh Leger.Karya ini mengungkapkan beberapa sifat anak yang dilahirkan pada Wuku Wayang menurut umat Hindu Bali. Sifat-sifat tersebut diantaranya pemarah, egois, dan selalu menolak nasetan orang tua. Selain sifar-safatnya karya sapuh Leger juga menampilkan elemen-elemen yang digunakan dalam upacara Bayuh Oton Sapuh Leger seperti membuat Banten, meminta air suci, memercikkan air suci, dan sembayang (berdoa). Penciptaan karya tari Sapuh Leger adalah sebagai cerminan diri pada anak dan orang dewasa yang beberapa tidak dapat mengendalikan amarah dan emosionalnya terhadap orang tua. Karya ini diharapkan dapat menjadi intropeksi dan menjadi kesadaran agar menjahui sifat yang kurang baik.Penari dalam karya ini berjumlah sembilan orang penari putri dengan menampilkan lima adegan yang menegaskan pada sifat anak yang lahir pada Wuku Wayang dan proses upacara pembersihan diri.

The creation of Sapuh Leger dance works is the achievement of ideas and creativity that is based on one's birth. According to Hindu society, the merits of a person are greatly influenced by the day of birth. Someone's birth in Wuku Wayang is a birth that is considered inappropriate, because it can affect the nature and behavior of that person so that it looks different when someone is born on an ordinary day. The Balinese Hindu community strongly believes in the mythology of the birth of Wuku Wayang which is related to the birth of Bhatara Kala. It is said that Bhatara Kala has bad character, for that every birth in Wuku Wayang must be celebrated which is called the Bayuh Oton Sapuh Leger ceremony.This work reveals some of the characteristics of children born in Wuku Wayang according to Balinese Hindus. These traits include being angry, selfish, and always rejecting parents' advice. Besides that, the work of Sapuh Leger also displays elements used in the Bayuh Oton Sapuh Leger ceremony such as making Banten, asking for Tirta or holy water, sprinkling holy water, and Sembahyang (praying). The creation of Sapuh Leger dance works is a reflection of children and adults who some cannot control their anger and emotional toward their parents. This work is expected to be introspective and become awareness in order to find out the nature that is not good.The dancers in this work number nine female dancers by presenting five scenes that emphasize the nature of the child born in Wuku Wayang and the process of self-cleansing ceremony. 

Downloads

Download data is not yet available.

References

Bawa Atmaja, Nengah. (2010). Ajeg Bali. LKIS Yogyakarta. Yogyakarta.

Ebdi Sanyoto, Sadjiman. Dasar-dasar Tata Rupa dan Desain. CV. Arti Bumi Intaran, Yogyakarta.

Ellfeld, Lois. (1997). Pedoman Dasar Penata Tari, Terjemahan Sal Murgianto. Lembaga Pendidikan Yogyakarta.

Hadi, Y. Sumandiyo. (1996). Aspek-Aspek Dasar Koreografi Kelompok. Manthili, Yogyakarta.

Hadi, Y. Sumandiyo. (2007). Sosiologi Tari. Pustaka, Yogyakarta.

Hawkins, Alma M. (1990). Mencipta Lewat Tari, terjemahan : Y. Sumandiyo Hadi, ISI Yogyakarta, Yogyakarta.

Humprey, Doris. (1959). The Art of Making Dance. Random House, Inc, New York

Martono, Hendro. (2008). Sekelumit Ruang Pentas. Cipta Media, Yogyakarta.

Martono, Hendro. (2010). Mengenal Tata Cahaya Seni Pertunjukan. Cipta Media, Yogyakarta.

Martono, Hendro. (2012). Ruang Pertunjukan dan Berkesenian. Cipta Media, Yogyakarta.

Meri, La. (1987). Komposisi Tari Elemen-elemen Dasar, terjemahan Soedarsono. ISI Yogyakarta, Yogyakarta.

Mider Adnyana, I Nyoman. (2012). Arti dan Fungsi Banten. Pustaka Bali Post, Denpasar.

Pasek Swastika, I Ketut. (2013). Bayuh Bayah Dayuh, Pawetuan. CV. Kayumas Agung, Denpasar.

Putu Surayin, Ida Ayu. (2012). Manusia Yasna. Paramita Surabaya, Surabaya.

Singgih Wikarman, I Nyoman. (1998). Bayuh Oton. Paramita Surabaya, Surabaya.

Smith, Jacquiline, M. (1985), Komposisi Tari, Sebuah Petunjuk Praktis Bagi Guru, terjemahan : Ben Suharto.Yogyakarta: Ikalasti.

Wicaksana, I Dewa Ketut. (2007). Wayang Sapuh Leger. Pustaka Bali Post, Denpasar.

Yadnya, Manuaba, I Gede Suyata. (2013). Bayuh Oton. Pustaka Bali Post, Denpasar.

Downloads

Published

2020-12-03

How to Cite

Dewi, K. S. G. (2020). SAPUH LEGER SIFAT KELAHITAN PADA WUKU WAYANG. DESKOVI : Art and Design Journal, 3(2), 116–121. https://doi.org/10.51804/deskovi.v3i2.806